Liputan6.com, Jakarta – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menguuslkan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar 2,5 persen di 2025. Besaran usulan cukai minuman berpemanis ini diterima oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani menjelaskan, usulan cukai ini diterima sebagai rekomendasi, namun keputusannya diserahkan kepada pemerintahan berikutnya.
“Itu rekomendasi saja. Tapi nanti tergantung pemerintah tahun depan,” katanya.
Meski begitu, dia menyebut berbagai aspek akan dipertimbangkan dalam menentukan tarif cukai MBDK, tergantung kondisi pada tahun depan.
“Itu nanti kita lihat, sangat tergantung kondisi tahun depan,” katanya.
Sebelumnya, usulan tarif cukai MBDK sebesar 2,5 persen diungkapkan oleh BAKN DPR. Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan pada Selasa ini, Pimpinan BAKN DPR Wahyu Sanjaya menyampaikan tarif itu bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi MBDK yang sangat tinggi.
BAKN mendorong agar pemerintah mulai menerapkan cukai MBDK untuk mengurangi dampak negatif tersebut.
Di samping itu, juga untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai dan mengurangi ketergantungan dari cukai hasil tembakau (CHT).
“Kami merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen,” ujar Wahyu.
Selain cukai MBDK, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk menaikkan CHT jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) minimal lima persen setiap tahun selama dua tahun ke depan.
Hal itu dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari CHT dan membatasi kenaikan CHT pada jenis sigaret kretek tangan (SKT) untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja.
Minuman Berpemanis Bakal Kena Cukai, Kemenperin Ungkap Dampaknya
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut bahwa industri minuman, khususnya minuman berpemanis dalam kemasan, mulai mengalami penurunan produksi.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengatakan bahwa penurunan ini disebabkan oleh rencana Kementerian Keuangan yang akan menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).
“Industri minuman, berdasarkan IKI Agustus 2024, kami mencermati bahwa ada sedikit penurunan produksi di industri minuman pada bulan Agustus. Meskipun masih kecil, kami melihat bahwa subsektor minuman mulai merespons pemberlakuan cukai minuman berpemanis dalam kemasan,” ujar Febri dalam konferensi pers rilis Indeks Keyakinan Industri (IKI) Agustus 2024 di Bogor, Kamis (29/8/2024).
Diketahui, pemerintah telah membatasi kadar gula, garam, dan lemak dalam produk makanan dan minuman melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan.
Selain itu, pemerintah menargetkan penerimaan cukai naik sebesar 6 persen dalam nota keuangan RAPBN 2025, menjadi Rp 244 triliun. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui ekstensifikasi cukai secara terbatas pada produk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).
Mulai Berlaku 2025
Penerapan cukai terhadap MBDK akan mulai diberlakukan pada tahun 2025. Namun, kebijakan ini telah mengundang sejumlah protes dari masyarakat, terutama dari kalangan pengusaha minuman di Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, memproyeksikan bahwa penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 akan sangat berpengaruh terhadap volume penjualan produk industri makanan dan minuman (mamin), dan berpotensi menyebabkan terjadinya PHK massal di sektor industri mamin.